Sejarah Kami
Menelusuri perjalanan iman dan pertumbuhan Gereja Santo Servatius Kampung Sawah sejak berdiri hingga kini.
Asal Mula
Pada akhir abad XIX, mayoritas warga Kampung Sawah telah menganut agama Islam, meskipun ritual-ritual animisme masih sering dilakukan. Wilayah Kampung Sawah saat itu masih seperti hutan belantara yang gelap dan dihuni oleh orang-orang Betawi.
Paroki Santo Servatius Kampung Sawah berawal dari perpecahan Gereja Protestan Kampung Sawah pada tahun 1895. Saat itu, jemaat Protestan terpecah menjadi tiga fraksi yang saling bermusuhan. Kelompok ketiga dipimpin oleh guru Nathanael yang memilih Katolik Roma setelah ia dipecat dari jabatan guru pembantu di Gereja Protestan.
Tanggal 6 Oktober 1895 dianggap sebagai hari kelahiran umat Katolik Kampung Sawah setelah Pastor Schweitz membaptis 18 anak di sana.
Gereja Santo Servatius pada masa awal
Gereja Santo Servatius saat ini
Perpaduan Budaya & Iman
Uniknya, Gereja Santo Servatius berhasil memadukan budaya Betawi dengan keimanan Katolik. Perpaduan ini terlihat jelas dalam berbagai tradisi dan ritual yang masih dipertahankan hingga kini.
Gereja megah Santo Servatius dibangun dengan gaya Roman oleh arsitek terkenal Gregorius Sidharta. Gereja ini memiliki menara berlantai tujuh dengan tiga lonceng di lantai atas dan berbagai elemen arsitektur yang menakjubkan.
Hari ini, Paroki Santo Servatius terus berkembang dengan dua stasi di bagian selatan: Stasi Cakung Payangan (Wilayah Ignatius) dan Stasi Kranggan (Wilayah Andreas).
Linimasa Sejarah
Kelahiran Komunitas Katolik
Umat Katolik Kampung Sawah terbentuk ketika Guru Nathanael, setelah dipecat dari Gereja Protestan, meminta bantuan ke Gereja Katedral di Jakarta. Pastor Schweitz membaptis 18 anak pada tanggal 6 Oktober, yang dianggap sebagai hari kelahiran komunitas Katolik di Kampung Sawah.
Kelahiran Komunitas Katolik
Umat Katolik Kampung Sawah terbentuk ketika Guru Nathanael, setelah dipecat dari Gereja Protestan, meminta bantuan ke Gereja Katedral di Jakarta. Pastor Schweitz membaptis 18 anak pada tanggal 6 Oktober, yang dianggap sebagai hari kelahiran komunitas Katolik di Kampung Sawah.
Perkerabatan Santo Servatius
Pada tanggal 13 Mei 1996, dua belas orang Betawi (enam pria dan enam wanita) dilantik sebagai anggota Perkerabatan Santo Servatius, mengenakan pakaian tradisional Betawi dan diiringi musik tanjidor.
Perkerabatan Santo Servatius
Pada tanggal 13 Mei 1996, dua belas orang Betawi (enam pria dan enam wanita) dilantik sebagai anggota Perkerabatan Santo Servatius, mengenakan pakaian tradisional Betawi dan diiringi musik tanjidor.
Pembangunan Gereja
Pembangunan gereja megah bergaya Roman dimulai dengan arsitek Gregorius Sidharta. Gereja memiliki menara berlantai tujuh dengan tiga lonceng di lantai 6 dan 7.
Pembangunan Gereja
Pembangunan gereja megah bergaya Roman dimulai dengan arsitek Gregorius Sidharta. Gereja memiliki menara berlantai tujuh dengan tiga lonceng di lantai 6 dan 7.
Kedatangan Relikwi
Pada 30 September, relikwi Santo Servatius berupa sepotong tulang dari abad keempat tiba dari Maastricht, Belanda. Disambut meriah oleh seluruh umat dengan arak-arakan, tanjidor, dan gamelan.
Kedatangan Relikwi
Pada 30 September, relikwi Santo Servatius berupa sepotong tulang dari abad keempat tiba dari Maastricht, Belanda. Disambut meriah oleh seluruh umat dengan arak-arakan, tanjidor, dan gamelan.
Pemberkatan Gereja
Gereja Santo Servatius diberkati oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Yulius Darmaatmadja, SJ pada tanggal 6 Oktober, bertepatan dengan perayaan satu abad umat Katolik Kampung Sawah.
Pemberkatan Gereja
Gereja Santo Servatius diberkati oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Yulius Darmaatmadja, SJ pada tanggal 6 Oktober, bertepatan dengan perayaan satu abad umat Katolik Kampung Sawah.
Kepergian Romo Kurris
Romo Kurris, yang dijuluki 'babe pembangunan', meninggalkan Kampung Sawah menuju Tarutung, Sumatra Utara setelah berhasil membangun gereja megah dan mengembangkan paroki.
Kepergian Romo Kurris
Romo Kurris, yang dijuluki 'babe pembangunan', meninggalkan Kampung Sawah menuju Tarutung, Sumatra Utara setelah berhasil membangun gereja megah dan mengembangkan paroki.
Pastor Paroki
Rm. Yohanes Wartoyo, SJ
2020-sekarang
Rm. Clay Pareira, SJ
2020-sekarang
Rm. Wahono Wegig, SJ
2020-sekarang
Perkerabatan Santo Servatius
Tradisi Unik Gereja
Pada tanggal 13 Mei 1996, bertepatan dengan hari peringatan Santo Servatius, enam pria dan enam wanita asli Betawi dilantik sebagai anggota perkerabatan Santo Servatius. Mereka adalah Gregorius Pepe, Maria Baiin Adam Noron, Sulaiman Kadiman, Ester Kaiin Pepe, Johanes Surachmat Kaiin, Sabina Supinah Kadiman Tjiploen, Johanes Pepe, Johana Djaim Halim, Frans Napiun, Johana Nasiran Kapniel Oyan, Yosef Ismael Niman dan Elisabet Kaiin Kuding.
Perkerabatan ini merupakan penghidupan kembali tradisi kuno dalam Gereja Katolik yang mengungkapkan iman para anggotanya melalui bentuk-bentuk lahiriah untuk nilai-nilai spiritual. Para anggota mengenakan pakaian tradisional Betawi:
- Para Bapak: Peci hitam, celana komprang hitam, baju sadaria putih, sarung merah dan golok
- Para Ibu: Kerudung putih, sarung batik dan kebaya putih
Upacara pelantikan dimeriahkan oleh Korps Musik Tanjidor dan nyanyian jemaat yang digubah sesuai dengan nada lagu Betawi. Pelantikan dilakukan bersamaan dengan ritual sedekah bumi yang menjadi ciri khas paroki Santo Servatius.
Perkerabatan Santo Servatius bersama Romo Hadi dan Romo Kurris
Tradisi Sedekah Bumi
Ritual Sedekah Bumi
Setiap tanggal 13 Mei, Paroki Santo Servatius mengadakan ritual sedekah bumi dan pesta rakyat yang berlangsung selama misa dan setelah misa. Tradisi ini menunjukkan perpaduan harmonis antara budaya Betawi dan iman Katolik.
Kegiatan utama dalam sedekah bumi meliputi:
- Berbagi hasil bumi berupa makanan khas Kampung Sawah seperti kue abug, singkong rebus, dan kacang rebus
- Pertunjukan musik dengan lagu-lagu Benyamin S.
- Ritual pembuatan dodol (ngaduk dodol) yang diolah sejak dini hari selama tujuh jam
Pembuatan dodol memiliki makna mendalam dengan syarat-syarat khusus:
- Ritual sugesti dengan menepuk kuali tiga kali sambil mengajukan permintaan
- Pengendalian agar adonan tidak terlalu encer
- Hanya orang tertua yang boleh mencicipi kole (dodol setengah jadi)
- Menggunakan kayu rambutan atau pelepah kelapa sebagai bahan bakar
- Menjaga api tetap kecil dan tidak padam
Relikwi Santo Servatius
Tanggal 30 September 1996 menjadi momen bersejarah ketika relikwi Santo Servatius, berupa sepotong tulang dari abad keempat, dibawa dari gereja induk Santo Servatius di Maastricht, Belanda. Perjalanan relikwi sempat terhambat dan mengalami berbagai kendala di bandara Jakarta, namun akhirnya berhasil tiba di Kampung Sawah.
Kedatangan relikwi disambut meriah oleh seluruh warga paroki sepanjang jalan menuju gereja dengan nyanyian dan letupan mercon. Dikawal oleh Perkerabatan Santo Servatius berseragam lengkap, paduan suara, dan tanjidor, relikwi diarak dengan mobil terbuka menuju gereja diiringi dentangan lonceng, nyanyian, dan gamelan.
Sesampai di gereja, relikwi ditempatkan di tempat khusus. Sejak saat itu, umat Paroki Kampung Sawah setiap tahun pada tanggal 30 September memperingati kedatangan relikwi Santo Servatius dengan melakukan prosesi hening keliling kampung.
Saat ini, relikwi Santo Servatius bersama relikwi santo-santo lain diletakkan di sisi selatan gedung gereja.
Bagikan Kisah Anda
Apakah Anda memiliki kenangan khusus di Gereja Santo Servatius? Foto lama atau cerita dari masa lalu? Kami mengundang Anda untuk berbagi dan berkontribusi pada penyusunan sejarah paroki yang lebih lengkap.