"Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun."
Hidup dalam Pengharapan
Pengharapan adalah salah satu kebajikan teologis yang krusial dalam perjalanan iman kita, bersama dengan iman dan kasih. Namun di dunia yang sering dipenuhi dengan berita-berita negatif, konflik, dan penderitaan, mempertahankan pengharapan dapat menjadi tantangan besar.
Memahami Pengharapan Kristiani
Apa sebenarnya pengharapan Kristiani itu? Pengharapan Kristiani bukan sekadar optimisme naif yang mengabaikan realitas sulit kehidupan. Ini bukan “berharap-harap cemas” atau “berpikir positif” biasa. Pengharapan Kristiani berakar pada keyakinan bahwa Allah setia pada janji-Nya, bahwa kematian dan kebangkitan Kristus telah membuka jalan menuju kehidupan baru, dan bahwa Roh Kudus terus menyertai kita dalam perjalanan.
“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” (Roma 8:24-25)
Pengharapan melibatkan dimensi “belum” dari iman kita—ketegangan antara apa yang sudah digenapi dalam Kristus dan apa yang masih kita nantikan dengan penuh keyakinan.
Teladan Pengharapan dalam Alkitab
Alkitab penuh dengan kisah-kisah tentang pengharapan di tengah situasi tanpa harapan:
- Abraham dan Sara yang menerima janji keturunan di usia tua mereka
- Yusuf yang mengalami penderitaan sebagai budak dan tahanan sebelum menjadi penguasa di Mesir
- Bangsa Israel yang berjalan melalui padang gurun menuju Tanah Terjanji
- Dan tentu saja, kebangkitan Kristus sendiri adalah bukti terkuat bahwa keputusasaan dan kematian tidak memiliki kata akhir
Menjadi Saksi Pengharapan
Hidup dalam pengharapan juga berarti menjadi saksi pengharapan bagi dunia. Seperti yang dikatakan oleh Santo Petrus, “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu” (1 Petrus 3:15).
Dalam situasi dunia saat ini, mungkin nampak sulit untuk mempertahankan pengharapan. Namun justru saat-saat seperti inilah, kita sebagai orang beriman, diundang untuk menemukan alasan-alasan untuk berharap—untuk melihat tanda-tanda kehadiran Allah yang terus bekerja dalam sejarah manusia, untuk mengingat janji-Nya yang setia, dan untuk menjalankan peran kita dalam mewujudkan Kerajaan-Nya “seperti di surga demikian juga di bumi.”
Marilah kita, seperti Maria yang berdiri di kaki salib, tetap berharap bahkan saat segala sesuatu tampak gelap. Seperti para murid yang berkumpul dalam ketakutan setelah kematian Yesus, marilah kita menantikan dengan setia fajar kebangkitan-Nya. Dan dalam kehidupan sehari-hari, mari kita menjadi tanda-tanda pengharapan bagi mereka yang putus asa, menjadi pelaku-pelaku kecil dari janji Allah yang besar.
Renungan ini ditulis oleh Diakon Andreas